Senin, 09 Mei 2011

IMPIAN MENJEMPUT BADAI



Setibanya di rumah, kembali dengan langkah kaki yang masih berat Anggi langsung menuju kamar tanpa memerhatikan teguran ibu dengan sederet pertanyaan yang malas dia layani.
Air hangat di daalm baskom sedikit banyak bisa mengobati kepegalan kaki Anggi yang seharusnya telah dipakai berjalan memutari kota Jakarta untuk mencari pekerjaan. Anggi baru saja lulus dari SMU, dan tidak bisa melanjutkan ke perguruan Tinggi
karena masalah biaya. Ibunya selalu menasihati Anggi agar cepat-cepat mencari jodoh saja daripada mencari pekerjaan. Ibunya selalu mengharap dan mendorong Anggi untuk mencari seorang suami yang bisa memperbaiki keadaan ekonomi dan sosial mereka.
Anggi sendiri bukan termasuk gadis yang mudah didekati ataupun mendekati laki-laki. Sampai saat ini belum pernah sekalipun Anggi mengenal yang namanya pacaran.
Di dalam sebuah kamar yang cat nya sudah pudar dan temboknya yang lembaba, Anggi duduk di depan meja rias kecil dengan cermin kecil yang tergantung di dindidng. Cukup Anggi mengamati dirinya dalam cermin. Dlam hati Anggi berkata :
“apa ada laki-laki kaya yang mau sama saya ya? Kalau di banding gadis-gadis di Jakarta ini, aku termasuk yang cukup lumayan juga lah, tapi....mereka pasti mencari perempuan yang, paling tidak, kastanya sebanding dengan mereka. Dan lagi pasti mereka mencari perempuan yang pendidikannya tinggi, bukan lulusan SMU seperti saya. Ah... ibu terlalu banyak bermimpi, dan mimpi ibu yang satu ini sulit sekali saya kabulkan.”
Anggi beranjak dari kursi itu dan keluar kamar menghampiri ibunya.
“bu...ibu masak apa? Saya lapar sekali. Tapi di jalan saya nggak sempat dari makan bu. Saya sudah diterima kerja di salat satu tempat kabugaran di Jakarta Selatan. Yah, lumayan lah bu... saya ditugaskan untuk membantu bersih-bersih di kolam renang”.
Ibu Anggi yang sedang asyik mengisi lembaran2 TTS , sangat kaget mendengar kabar dari Anggi yang seharusnya bisa membahagiakan mereka.
“Apa? Bersih-bersih kolam renang? Aduh Anggi... itu kan pekerjaan laki-laki, mana bisa melakukannya.”
“bukan bersihin kolam renangnya bu..., tapi disekitar kolamnya. Saya harus mengambil handuk-handuk, gelas-gelas dan piring yang habis dipakai member. Semua itu menjadi tugas saya : mengambil dan membersihkannya. Itu pun tidak sendiri, bu. Ada beberapa orang lagi yang nanti akan bekerjasama dengan saya. Cari kerja sekarang susah. Sarjana aja banyak yang nganggur, apalagi saya yang Cuma lulusan SMU. Bersyukurlah bu, karena saya masih kerjaan, yah...dari pada nganggur.”
“kapan kamu mulai kerja?”
“Besok bu”
“Ya sudah. Sana kamu makan dulu. Hari ini ibu maska sayur lodeh. Habis makan kamu istirahat sana, supuaya besok bisa bangun pagi.”
“ya bu, Anggi makan dulu ya.”
Pagi-pagi sekali Anggi pergi dari rumah. Wajahnya lebih bersinar dari hari-hari kemarin. Anggi berharap dari pekerjaan inilah dia bisa memulai segalanya.
Siang itu udara cukup panas. Tidak banyak orang yang berenang. Hanya ada dua anak kecil yang didampingi susternya, dan seorang lelaki muda sedang berjemur. Lelaki itu memanggil Anggi yang sedang asyik memerhatikan dua anak kecil yang sedang bermain air di tepi kolam. Anggi menghampiri lelaki itu.
“Bisa bawakan aku segelas water melon tanpa es?”
“Bisa, pak. Sebentar ya, pak.”
Setelah beberapa menit, Anggi kembali dengan membawa segelas water melon tanpa es. Diletakkannya gelas itu di atas meja bundar berpayung dan Anggi pergi meninggalkan laki-laki muda itu. Belum lagi Anggi menjauh, lelaki itu kembali memanggil Anggi.
“hei, jangan pergi duu, duduklah disini. Kebetulan aku sedang sendiri, jadi tidk salah kan kalau aku ingin kamu menemaniku ngobrol-ngobrol. Tidak usah takut ditegur atasanmu. Sudah bertahun-tahun aku menjadi member disini. Jadi aku sudah kenal semua karyawannya, dan mereka tidak akan menegurmu hanya karena ngobrol dengan ku.”
Dengan ragu-ragu akhirnya Anggi duduk di kursi berhadapan dnegan laki-laki yang ternyata bernama Damaritu. Mereka asyik berbincang-bincang dan saling bertukar crita tentang diri masing-masing. Pak Damar ternyata telah memiliki Istri dan satu orang anak yang masih berusia 5 tahun. Kini. Istri dan anaknya sedang berlibur ke Eropa.
Walaupun perkenalan mereka belum lebih dari 2 jam, tapi Anggi merasa telah begitu dekat mengenal Pak Damar. Selain supel dan lugas dalam bertutur, Pak Damar pun pintar dalam membuat kalimat-kalimat lucu yang mampu membuat anggi tertawa.
Matahari semakin menjauhd aru sinarnya. Sore sudah siap menggantikan siang. Anggi pamit pada Pak Damar untuk pergi membereskan sisa pekerrjaannnya karena shift Anggi akan segera selesai dan Anggi akan pulang ke rumah.
Di dalam sebuah ruangan kecil tempat para pekerja perempuan menyimpan barang dan perlengkapan mereka, anggi menukar pakaian dinasnya dengan pakaian yang dia kenakan dari rumah. Anggi sempat bercermin dan menyisir rambut panjangnya yang hitam lebat. Sebelum meninggalkan cermin, Anggi sempat tersenyum puas melihat kenyataan bahwa dirinya memang gadis yang cukup manis.
Di sebuah jalan kecil yang akan mengantarkan Anngi menuju rumah ibunda tercintanya, Anggi sempat berpapasan dengan leo-seorang lelaki berdarah batak yang sejak dulu sangat menyukai Anggi, namun hati Anggi tidak pernah terketuk oleh untuk menyukai leo. Entah kenapa laki-laki itu tidak pernah bisa memikat hati anggi yang sejak dulu belum pernah terisi oleh cinta seorang lelaki manapu.
sebenarnya leo pemuda yang cukup tampan, baik, dan mempunyai pekerjaan yang lumayan. Sudah 3 tahun ini leo bekerja sebagai operator di salah satu bank. Tapi sedikitpun Anggi tidak pernah tertarik untuk menerima leo sebagai pacarnya. Anggi menganggap leo sebagai seorang kakak, tidak lebih dari itu.
Leo menyapa Anggi dan berdiri menghalangi jalannya. Wajah Anggi terlihat sangat letih.
“Nggi... deuuhhh sombong nih.. mentang-mentang udah kerja.; traktir-traktir dong kalo nanti gajian. Ajakin aku nonton kek, makan kek...”
“iya iya, nanti kalau saya sudah gajian, ntar kamu saya traktirdeh. Minggir dong, jangan ngalangin jalan orang, capek banget nih pingin buru-buru nyampe rumah,” anggi mendorong tubuh leo yang menghalangi jalannya.
Setibanya di rumah, anggi tidak lagi sempat berbincang dnegan ibunya. Selesai mandi, angi langsung memeluk bantal dan membenamkan dirinya dalam tidur pulas.

Kolam renang pagi itu lebih sepi dari kemarin. Tak ada satupun manusia terlihat berenang di sana. Anggi duduk termenung di bangku yang biasanya di pakai oleh mereka yang berniat berjemur di bawah terik matahari Jakarta. Sebuah suara telah mengejutkan Anggi dari lamunannya.
“selamat pagi, Anggi...”
“eh pak Damar. Slamat pagi, pak. Bapak perlu handuk berapa?”
“Nggak usah, nggak usah. Aku nggak berniat untuk berenang kok. Aku kesini untuk ketemu kamu.”
Anggi sangat terkejut mendengar pak Damar ingin bertemu dengannya.
“Ketemu saya, Pak? Ada apa, pak? Apa kemarin ada yang salah dengan saya?”
Ditanya seperti Pak damar hanya tersenyum dan menjawab,
:Anggi... Anggi.. nggak ada yang salah dengan siapa-siapa. Aku kangen sama kamu, makanya sepagi ini aku datang keisni hanya untuk bertemu kamu, Anggi.”
Anggi belum mengerti dengan maksud pak Damar. Alisnya hanya bisa berkerut. Dalam hati anggi berkata:
“Kangen?? Apa maksudnya tuh...?”
Lamunan anggi dibuyarkan oleh suara Pak damar yang mulai mengatakan sesuatu yang lebih mengejutkan anggi.
“Nanti sore kamu ada waktu nggak? Kalau udah selesai kerja, nanti sore aku jemput ya. Aku pingin ngajak kamu makan malam di sebuah tempat. Oke, anggi ... sampai nanti sore ya.”
Pak damar pergi meninggalkan anggi yang tidak sempat menjawab apa-apa. Beberapa saat Anggi tetep diam seperti patung. Anggi tidak mengerti dan benar-benar tidak paham dengan maksudd Pak Damar.
Tanpa perasaan takut dan curiga, sore itu anggi pergi memenuhi ajakan Pak Damar untuk makan malam di sebuah tempat yang Anggi sendiri tahu dimana letaknya.
Di dalam mobil anggi tidak banyak bicara. Dia berusaha menjadi pendengar yang baik untuk Pak Damar. Pak Damar terlihat sangat bahagia menceritakan Aska, putra satu-satunya yang kini sudah mulai sekolah. Pak damar sangat antusias menceritakan aksa yang gemuk, lucu, dan sudah mulau bisa protes bila papanya pulang terlalu malam.
Akhirnya pak Damar dan anggi tiba di sebuah restoran yang besar dan mewah. Sebelum melangkah kaki, kaki Anggi sempat merasakan kram dan tidak bisa bergerak. Anggi merasa malu berada di tempat semewah ini. Pak damar berhasil membuatpercaya diri anggi memuncak dan membuat anggi berani melangkahkan  kaki ke dalam restoran. Mereka duduk berseberangan. Orang-orang disekitarnya sesekali memandang mereka dan tersenyum kagum melihat sepasang kekasih yang sama-sama berwajah cakap dan menarik itu. Setiap orang yang berada dalam ruangan itu menngira bahwa anggi dan Pak Damar adalah sepasang kekasih yang sangat ideal.
Malam itu anggi baru sadara kalau ternyata Pak Damar mencintai anggi sejak pertama kemarin mereka berjumpa. Rumah tangga Damar dan istrinya sama sekali tidak bermasalah, bahkan damar sangat puas dan bahagia bersama istrinya. Lantas apa yang membuat damar mencintai anggi? Itu yang belum terjawab. Malam itu anggi pun merasakan kenyamanan berada disamping damar. Perasaan itu belum pernah ada sebelumnya. Anggi tidan pernah merasakan jantungnya berdebar hebat, tubuhnya dingin dan tangannya gemetarbila merada di samping laki-laki. Meskipun Leo sering mengajaknya kencan, nonton film, makan malam, dan hal-hal lain seperti yang biasa dirasakan oleh orang pacaran, tapi sekalipun Anggi tidak pernah merasakan perasaan seperti sekarang ini.
Damar mengantar anggi pulang ke rumah. Di tengah perjalanan anggi memberanikan diri mengajuakn pertanyaan yang belum terjawab dalam hatinya.
“pak, kenapa bapak mencintai perempuan lain kalau bapak tidak punya masalah dgan istri Bapak? Dan kenapa harus saya? Saya ini perempuan yang sangat biasa, tidak punya kelebihan apa-apa. Istri bapak pasti jauh lebih menarik dari pada saya. Saya tidak mau menyakiti istri bapak.”
Mendapat pertanyaan seperti itu, Damar malah tertawa terpingkal-pingkal, seperti baru saja menyaksikan adegan lucu pada sebuah film komedi.
“hahahaa... anggi sayang, siapa yang terluka? Istriku tahu semuanya. Istriku tahu kalau malam ini aku pergi sama kamu. Istriku juga tahu kalau aku jatuh cinta sama kamu.”
Damar membawa mobilnya ketepi dan menghentikannya di pinggir jalanan yang sudah tidak jauh lagi dari rumah Anggi. Damar menarik tangan Anggi dan menepunya. Jantung anggi berdegup keras menantikan kelanjutan pengakuan Damar tentang perasaan cintanya pada Anggi.
Damar menarik napas dalam sekali dan membuangnya perlahan sambil melanjutkan perkataanya.
“kita tidak boleh melarang kehadiran cinta di hati siapapun juga. Cinta itu milik dan hak semua orang. Pernikahan adalah sebuah janji pada Tuhan. Pernikahan adalah sebuah tanggungjawab kepada diri kita dan pasangan kita. Sebagai orang dewasa, kita harus bisa mengatasi perasaan cinta yang tiba-tiba hadiir dan pergi seenaknya di hati kita. Aku bersyukur memiliki istri yang satu prinsip dengan ku. Istriku adalah nyawaku tapi bukan cintaku, kapanpun aku mau, mencintai seseorang bukan berarti memilikiny, menencaninya, menciumnya, atau menjamahnya. Cinta bagiku adalah hal yang sangat sepecial, dan aku tidak mau mengotorinya, aku tidak mau menodai cintaku. Bagiku cinta seperti sehelai kapas yang terselip tipis di bagian rongga hati yang berkelok-kelok. Diantara kelokan itu aku menyimpan sehelai intamu untuk kusandarkan pada salah sati bagian hatiku. Semakin banyak cinta di hatiku, itu berarti semakin banyak helaian-helaian kapas putih bergelantung di dindingnya. Begitu indah, seperti sebuah pohon natal yang sudah selesai dirangkai dan di hias.
Berbeda dengan nafsu. Nafsu adalah perasaan sesaat yang tiba-tiba bisa hadir dengan luapan yang dahsyat dan tak terbendung. Luapan itu mudah hilang bila kita telah mendapatkannya. Anggi.... kamu adalah salah satu cintaku. Aku tertarik melihat kamu, bukan karena kamu manis, bukan karena kamu lugu dan ramah. Hadirnya perasaan itu tidak bisa di lukiskan dengan kata-kata. Bila kamu lebih dewasa lagi, aku yakin kamu akan paham dengan semua yang tadi aku ungkapkan. Kamu tidak akan pernah hidup kekal dengan suami yang kamu cintai, karena cinta itu bisa hilang dan digantikan dengan cinta yang lain. Carilah seseorang yang bisa menjadi jantungmu, bisa menjadi rohmu, bisa menjadi surgamu, dan kamu akan merasa mati bila kamu kehilangannya.
Gadis semanis kamu tidak boleh hidup dalam kesedihan dan kegagalan. Oleh karena itu, kamu harus mencari nyawamu itu, dan aku yakin, kamu ang  akan mendapatkannya karena Tuhan telah menyediakannya untuk kamu. Nah, sekarang aku antar kamu pulang, besok aku ingin memperkenalkan anak dan istriku, ok?”
Di rumah, Anggi mencoba kembali mengingat-ingat apa yang tadi dibicarakan Damar. Meskipun masih bingung, tapi anggi mulai bisa memetik makna yang dalam dari cerita Damar. Sebuah nasihat yang sangat berharga dan pasti berguna bagi hidupnya nanti.
Menikahi lelaki yang dicintainya sama saja bermimpi menjemput badai. Anggi akan selalu mengingat nasihat cinta Damar. Anggi yakin, bahwa manusia mempunyai hati yang sesungguhnya terbelah dua, dan kita harus mencari belahan hati kita. Siapa yang mempunyai sisi lain dari hati kita yang terbeelah, itulah pasangan jiwa kita, nyawa kita dan lentera kehidupan kita yang mampu menggenangi kerasnya hidup sampai lentera itu dipadamkan oleh sang Jibril dan akhirnya kita menutup mata.
By Melly Goeslaw dalam “Arrrrgh...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar